Ablasio Retina, Penyebab dan Pengobatannya

Apa itu

ABLASIO RETINA ?



Apa itu ABLASIO RETINA ?
 RETINA




ABLASIO RETINA

 

terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan
 (C. Smelzer, Suzanne, 2002).


PENYEBAB :
1.     Malformasi kongenital
2.     Kelainan metabolisme
3.     Penyakit vaskuler
4.     Inflamasi intraokuler
5.     Neoplasma
6.     Trauma
7.     Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
MANIFESTASI KLINIS

  •     Riwayat melihat benda mengapung
  •     Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
  •     Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
  •     Penurunan tajam pandangan sentral atau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula

PENATALAKSANAAN

  • Tirah baring dan aktivitas dibatasi
  • Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera
  • Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga kaas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
  • Pasien tidak boleh terbaring terlentang
  • Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi


Cara Pengobatannya:
  • Prosedur laser
    Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.
    Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.
  • Pembedahan
    Retinopati diabetika / trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
    Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
KOMPLIKASI
1.   Komplikasi awal setelah pembedahan
o    Peningkatan TIO
o    Glaukoma
o    Infeksi
o    Ablasio koroid
o    Kegagalan pelekatan retina
o    Ablasio retina berulang
2.   Komplikasi lanjut
o    Infeksi
o    Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
o    Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
o    Kesalahan refraksi
o    astigmatisme



6:30 PM | 0 comments

Pencegahan Manjur GAGAL GINJAL KRONIK

Apa sih ginjal itu?
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh.

APA ITU GAGAL GINJAL KRONIK ? 
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
 
GAGAL GINJAL KRONIK
GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)

TANDA DAN GEJALA GAGAL GINJAL KRONIK
1.   Pada lansia umumnya nonspesifik, terjadinya gejala dari gangguan lain, misalnya : gagal ginjal kongestif dan demensia.
2.    Gejala sindrom nefrotik, seperti edema dan proteinuria.
3.    Gejala dermatologi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis).
4.     Gejala gastrointestinal mencakup anoreksia, mual, muntah, dan cegukan.
5.  Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, rebutan otot, dan kejang.
6.    Manifestasi kadiovaskuler mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin – angiotensi - aldosteron), gagal jantung kongestif, edema pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik)

FAKTOR RISIKO
1.     Pasien dengan Diabetes Melitus atau hipertensi
2.     Obesitas
3.     Kebiasaan konsumsi obat-obatan dan minuman suplemen
4.     Perokok
5.     Usia > 50 tahun

6.     Riwayat keluarga dengan DM, hipertensi dan penyakit ginjal


KOMPLIKASI YANG MUNGKIN MUNCUL
1.     Hipertensi
2.     Hiperkalemia
3.     Anemia
4.     Asidosis metabolic
5.     Osteodistropi ginjal
6.     Sepsis
7.     Neuropati perifer
8.     Hiperuremia 


1.     Pengobatan hipertensi ( makin rendah tekanan darah makin kecil resiko penurunan fungsi ginjal)
2.     Pengendalian gula darah
3.     Pengendalian lemak darah
4.     Pengendalian anemia
5.     Hindari kebiasaan konsumsi obat-obatan dan minuman suplemen
6.     Stop merokok
7.     Peningkatan aktivitas fisik
8.     Pengendalian berat badan
( national kidney foundation, 2009 )

GAGAL GINJAL KRONIK

BAGAIMANA PENCEGAHANNYA?

Bahan Makanan yang Dianjurkan
1.    Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
2.    Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani  
3.    Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega.
4.    Sumber Vitamin dan Mineral

Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.


Bahan Makanan yang Dihindari
1.     Sumber Vitamin dan Mineral
2.     Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
3.     Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.
8:21 PM | 0 comments

ALERGI OBAT: BISAKAH DIPREDIKSI?


ALERGI OBAT: BISAKAH DIPREDIKSI?
dr. Wistiani, SpA(K), MSi Med
Kepala Divisi Alergi-Imunologi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/FK UNDIP

Reaksi simpang karena obat merupakan masalah penting dalam dunia kesehatan; hal ini banyak dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Alergi obat merupakan salah satu reaksi simpang obat yang sering dibicarakan; merupakan fenomena klinis kompleks karena sulit diprediksi, manifestasi klinis yang beragam yang dapat melibatkan beberapa organ dengan tampilan dari yang sederhana hingga fatal, atau tatalaksananya yang memerlukan tahapan evaluasi.

Dilaporkan angka kejadiannya meliputi 10-20% pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan mencapai hingga 25% pada pasien rawat jalan. Angka tersebut masih dianggap “belum akurat” mengingat beberapa kejadiannya tidak teridentifikasi dengan baik atau bahkan adanya kecurigaan “overdiagnosis”. Disamping itu pemberian label alergi obat yang tidak berdasarkan pada tatalaksana diagnosis yang baik sering menyebabkan penghindaran obat tertentu sepanjang hidup.

Reaksi simpang obat didefinisikan sebagai setiap respon yang muncul terhadap paparan obat yang bersifat membahayakan yang seharusnya tidak terjadi pada pemberian dengan dosis sesuai yang direkomendasikan, yang digunakan untuk kepentingan profilaksis, diagnosis, atau terapi dari suatu penyakit atau modifikasinya sesuai fungsi fisiologis (kriteria World Health Organization/WHO).

Berdasarkan kemungkinan terjadinya, reaksi simpang obat diklasifikan menjadi: (a) reaksi tipe A yaitu reaksi yang muncul sebagai akibat dari efek farmakologis obat, dapat diprediksi, dan tergantung pada dosis. Misalnya terjadi akibat dosis yang tidak akurat (terlalu kecil atau terlalu besar atau lama), interaksi antar obat (gangguan farmakokinetik), efek samping (aminoglikosida yang bersifat toksik bagi ginjal), atau efek sekunder misalnya perubahan flora normal usus akibat penggunaan antibiotika. Tipe ini meliputi 80% reaksi simpang obat; (b) dan reaksi tipe B yaitu reaksi akibat penggunaan obat yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya, tidak tergantung pada dosis, lebih jarang terjadi namun dampaknya cukup berat dengan kemungkinan kematian.

 Dalam kriteria ini termasuk didalamnya reaksi alergi atau hipersensitifitas (dengan mediator sistem imun) pada individu yang tersensitisasi, dan non-alergi seperti reaksi psikogenik, dan intoleransi. Tipe ini meliputi 15-20% kasus reaksi simpang obat. Reaksi alergi obat atau hipersensitifitas obat adalah reaksi imunologis tubuh terhadap obat yang didahului dengan paparan obat, yang terjadi pada orang yang sensitif. Jenis obat yang paling sering menimbulkan alergi diantaranya antibiotika golongan β-laktam, obat anti-inflamasi non-steroid, anti-epilepsi, dan zat radio-kontras.

Apa saja faktor risiko alergi obat?
(1) Faktor obat: karakteristik alamiah obat meliputi berat molekul dan rumus kimiawinya; derajat paparan meliputi dosis, durasi dan frekuensi pemberian; reaksi silang; dan jenis atau cara masuknya obat. Obat bersifat alergenik (memicu respon alergi atau hipersensitivitas) bila berat molekulnya besar (>1000 D). Pemberian secara berulang atau terputus-putus lebih berisiko menimbulkan sensitisasi daripada pemberian yang berlangsung tanpa jeda. Aplikasi topikal berisiko sensitisasi, dan pemberian secara parenteral berisiko imunogenik.
(2) Faktor pejamu: wanita lebih sering terkena dibandingkan laki-laki (65-70% dibanding 30-35%), namun tergantung pula pada umur, jenis reaksi yang ditemui (jenis yang melibatkan reaksi kulit 35% lebih banyak ditemui pada wanita). Polimorfisme genetik yang merubah metabolisme obat atau respon imun dengan dampak reaksi simpang obat; sebuah studi epidemiologi menunjukkan faktor risiko terhadap hipersensitivitas obat abacavir didapatkan pada ras Kaukasia. Penyakit penyerta seperti AIDS memiliki risiko 10-100 kali lebih tinggi untuk menunjukkan reaksi kulit terhadap paparan obat misalnya kotrimoksasol.
Bagaimana obat dapat memicu munculnya reaksi alergi?

ALERGI OBAT
ALERGI OBAT

Obat akan memicu suatu reaksi imunologis dalam bentuk multivalent; diawali dengan respon imun spesifik (sensitisasi) dan diikuti dengan aktivasi (fungsi efektor); biasanya terjadi pada zat dengan berat molekul yang besar dengan epitop (tempat ikatan molekul dengan sel imun) yang banyak. Untuk obat dengan berat molekul rendah (<1kDa) seperti golongan penisilin akan berikatan dengan molekul pada permukaan sel membentuk ikatan kompleks hapten-pembawa yang memicu respon imun spesifik terhadap obat. Jenis obat yang lain harus dimetabolisir melalui proses enzimatik di hati atau sel keratinosit kulit untuk diaktivasi menjadi bentuk yang reaktif sebelum terjadi respon imun.

 Disamping itu terjadi reaksi bioinaktivasi, oleh karena faktor genetik atau lingkungan; proses keseimbangan bioaktivasi dan inaktivasinya terganggu sehingga terjadi peningkatan produk metabolit obat yang bersifat reaktif atau penurunan eliminasi produk tersebut; dengan dampak meliputi ikatan produk metabolit obat yang reaktif dengan makromolekul sehingga terjadi kerusakan sel tubuh, atau berikatan dengan asam nukleat sehingga menghasilkan produk gen yang berubah, atau kemungkinan berikatan dengan molekul yang lebih besar membentuk kompleks imunogenik dan memicu munculnya respon imun tubuh.

Reaksi alergi diklasifikasikan berdasarkan reaksi respon imun yang terjadi menjadi: (a) reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh antibody spesifik IgE terhadap obat tertentu, (b) jenis sitotoksik, (c) reaksi kompleks imun dengan mediator antibody spesifik IgG atau IgM, dan (d) reaksi hipersensitivitas tipe lambat dengan mediator sel limfosit T spesifik. Gejala alergi obat yang muncul bervariasi tergantung pada mekanisme yang melatarbelakanginya, dan gejala tersebut bisa melibatkan banyak sistem organ. Untuk tipe alergi dengan mediator IgE ditandai dengan munculnya reaksi yang cepat setelah paparan, gejala antara lain pada kulit berupa urticaria (“biduran”), bengkak, pada saluran pernapasan ditandai dengan sesak napas kadang disertai napas berbunyi (“mengi”), atau fatal berupa syok anafilaksis. Tipe yang tidak diperantarai IgE menunjukkan gejala yang bersifat lebih lambat, gejala di kulit berupa bercak kemerahan menyerupai bercak pada campak (“morbiliform”), atau bentuk yang berat berupa Syndroma Steven Johnson (SSJ),

Toxic Epidermal Necrolysis (TEN). Organ lain yang terkena meliputi hati dengan memberikan gambaran menyerupai penyakit hepatitis (kuning, gangguan fungsi hati); pada ginjal menunjukkan gejala nefritis; dapat pula memberikan gambaran anemi, atau jumlah trombosit yang menurun. Pemberian obat diindikasikan sesuai penyakit yang melatarbelakangi; ketika muncul tampilan di kulit setelah paparan obat harus dicermati bahwa tidak selalu tampilan tersebut karena alergi obat, tapi ada kemungkinan memang karena penyakitnya yang baru menampakkan gejala beberapa hari kemudian. Sehingga untuk setiap kecurigaan terhadap alergi obat seharusnya dikonsultasikan kepada dokter.


Apakah ada test yang bisa dilakukan untuk memprediksi alergi obat?
Uji kulit merupakan uji tapis yang banyak dilakukan untuk mengenali alergen (zat yang menyebabkan alergi) antara lain untuk makanan, tungau (pada debu rumah), serpihan binatang, serbuk bunga, atau obat. Setelah alergen dapat diidentifikasi atau dikonfirmasi maka ditindaklanjuti dengan penghindaran agar gejala serupa tidak muncul lagi ketika terpapar oleh zat yang sama. Penghindaran tersebut bisa bersifat sementara atau menetap tergantung pada berat ringannya gejala yang muncul; oleh sebab itu evaluasi sangat penting. Ada beberapa jenis uji kulit, yang paling banyak dilakukan adalah uji cukit kulit (skin prick test), uji tempel (patch test), dan uji intradermal; masing-masing uji kulit tersebut dilakukan untuk jenis alergi yang berbeda-beda karena tiap uji tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda, misalnya uji cukit kulit dilakukan pada jenis alergi yang tampilannya dimediasi oleh IgE. Untuk deteksi alergi obat tidak semua jenis obat bisa dilakukan uji kulit karena alergennya belum diketahui zat aktifnya.

Satu-satunya yang sudah dikenal adalah golongan penisilin (determinan mayor dan minor) itupun sulit didapatkan dalam klinik sehari-hari. Disamping itu untuk interpretasi hasil uji kulit harus dilakukan dengan cermat misalnya pada uji intradermal; reaksi berupa kulit yang kemerahan pada daerah uji tersebut harus bisa dibedakan apakah benar mekanisme alergi ataukah karena iritasi lokal. Selain itu uji kulit yang hasilnya negatif tidak selalu berarti bahwa penderita tidak mengalami alergi obat; kalau yang dilakukan adalah uji kulit untuk alergi yang dimediasi oleh IgE sementara penderita rentan alergi namun jenis yang tidak diperantarai IgE (misalnya Sindroma Steven Johnson), maka hasil ujinya negatif (negatif palsu, false negative).

Faktor penyulit lain dalam menegakkan alergi obat adalah seringkali obat yang dikonsumsi lebih dari 1 jenis.
Melihat mekanisme alergi obat yang kompleks, penyulit yang muncul, serta kemungkinan “misinterpretasi”, uji tapis terhadap obat tidak direkomendasikan dilakukan secara rutin melainkan atas indikasi yang berdasarkan riwayat atau manifestasi sebelumnya yang jelas. Apabila terbukti alergi obat (setelah melalui mekanisme identifikasi yang sahih dan ilmiah) maka informasi lengkap harus diberikan pada penderita dan dicatat pada catatan medik rumah sakit atau menggunakan tanda pengenal khusus. Apabila tidak ada alternatif lain untuk obat tertentu sementara obat itu adalah satu-satunya pilihan sesuai dengan jenis penyakit yang diderita maka bisa dilakukan desensitisasi obat; untuk hal ini harus dilakukan atas pengawasan dokter khusus yang menangani hal seperti ini.

Semua konsumsi obat harus dibawah pengawasan dokter, dan dikonsumsi sesuai dengan anjuran dan peraturan khusus yang menyertai seperti dosis, dan lamanya penggunaan. Penggunaan obat yang rasional dan informasi obat yang akurat merupakan salah satu cara pencegahan alergi obat, disamping kepatuhan penderita mengenai hal tersebut.

5:31 PM | 1 comments

Tanya Jawab Pasien Jantung

Tanya Jawab SEMINAR Jantung Sehat RSUP Dr. Kariadi

Tanya Jawab Pasien Jantung
Tanya Jawab Pasien Jantung 


1.
Tanya
Bpk. Sukamto. Cepiring Kendal
: 1. Apa gejala spesifik dari penyakit jantung ?
  2. Bagaimana cara mengantisipasi serangan jantung mendadak?
  3. Bagaimana cara menjaga jantung agar tetap sehat ?
Jawab
Dr. Sungkar
: 1. Ada gejala kunci yang harus diwaspadai yaitu nyeri dada, 
       sesak nafas dan pingsan.
   2. Jika ada serangan jantung harus segera dibawa ke rumah
       sakit semakin cepat tindakan yang dilakukan semakin besar
       pula kesempatan untuk tertolong.
   3. melakukan gaya hidup sehat, dengan tidak menjadi orang
       tipe "A" yang selalu terburu-buru dan cenderung tidak sabar.
       Berusahalah sabar dan santai dalam menghadapi sesuatu.
       Hindari rokok, kopi dan makanan berlemak lainnya.
2.
Tanya
Ibu Sri Handini
Wonosari
Semarang
-Saya sering mengalami nyeri di dada sebelah kiri, dan akibat nyeri dada ini saya pernah pingsan, untuk mengatasi rasa nyeri ini saya kerokan dan bisa merasa lebih baik, apakah nyeri ini merupakan gejala penyakit jantung?
Jawab
Dr. Sungkar
-Untuk memastikan apakah benar gejala tersebut merupakan gejala penyakit jantung,  perlu dilakukan pemeriksaan jantung dan tes kebugaran, misalnya eco dan treadmill. karena faktor nyeri bisa disebabkan banyak hal.
3.
Tanya
Sumiati
-Saya adalah pasien jantung RSUP Dr. Kariadi, selama ini saya rutin kontrol, menurut informasi penderita jantung harus meminum obat terus, kapan saya boleh berhenti mengkonsumsi obat-obatan tersebut?
-Anak saya remaja berusia 25 th, sudah cek Mvp apakah perlu tindakan lebih lanjut?
Jawab
Dr. Sungkar
-Pembuluh darah yang mengalami kerusakan dan penyempitan apabila belum diapasang pipa atau operasi  harus tetap didukung obat agar tetap dapat bekerja dengan baik, dengan harapan mengikis lapisan yang mengendap di pembuluh darah tersebut.
-berusahalah untuk berolahraga secara rutin, dan makanan harus dijaga, konsumsilah makanan yang sehat dengan menghindari lemak, makanan berminyak dan tidak merokok.
4
Tanya
Laras
-Bagaimana kondisi kesehatan kita apabila sering berada diatara perokok atau sering disebut sebagai perokok pasif?
-Bagaimana mengecek kondisi janin atau jantung janin untuk memastikan kesehatannya, karena selama ini pemeriksaan hanya lewat USG dan EKG
Jawab
Dr. A. Priyatno
-70% asap rokok yang masuk ke paru-paru akan tetap tertinggal. jadi apabila sering menjadi perokok pasif, risikonya juga besar. Oleh karena itu hindari sebisa mungkin lingkungan yang tidak mendukung kesehatan jantung kita.
-sekarang ada EKG khusus janin, untuk itu kita dapat mengetahui kesehatan jantung janin dengan alat tersebut

5
Tanya
Sufaati
Pati
-Saya mempunyai penyakit jantung tetapi juga mengalami pengapuran pada lutu saya, Langkah apa yang harus dilakukan untuk mengurangi pengapuran tersebut dengan kondisi kesehatan jantung saya tersebut?
-Olah raga apa yang sesuai dengan kondisi tersebut?
Jawab
Dr. A. Priyatno
-harus diperiksa terlebih dahulu apakah ada kelainan struktur pada tulang yang mengalami pengapuran, sehingga penanganannya juga tepat.
-yang perlu diperhatikan adalah apakah pola makan selama ini sudah benar dan diperhatikan dengan baik?
Sekarang ini banyak sekali jenis olahraga yang bisa di pilih untuk penderita seperti ibu,  misalnya senam jantung.
6
Tanya
Vivi
Ayah saya terkena stroke sudah 4 bulan dan tidak ada pergerakan di bagian tubuh sebelah kiri. Apakah hal tersebut terjadi akibat  ayah saya mempunyai  penyakit jantung?
Jawab
Dr. Sungkar
Stroke terjadi karena ketidakmampuan jantung memompa darah ke daerah tubuh yang mengalami stroke. Jadi kemampuan jantung dalam memompa darah pada ayah mbak vivi tesebut telah menurun. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya kita beri obat pengencer darah agar tidak terjadi penggumpalan darah yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah.
7
Tanya
Harwan
Mranggen, Demak
Saya penderita penyakit jantung,selama ini sudah memakai ring dan selama ini tetap berusaha hidup sehat dan tidak merokok apakah masih bisa tersumbat lagi?
Jawab
Dr. Sungkar
Saya tidak tahu persis apa yang sudah dilakukan bapak selama ini, tetapi untuk memastikan kesehatan jantung bisa dilakukan tes manual, misalnya apakah kita masih mampu berjalan sejauh satu kilometer tanpa bersusah payah, dll. namun yang perlu diperhatikan adalah menghindari stres. Karena faktor stres inilah yang sering membuat para penderita jantung kambuh.
8
Tanya
Tidak menyebutkan Nama
-Anak saya cewek berumur 17 th mempunyai berat badan antara 70-75 Kg, dengan tinggi badan 169, dengan aktivitas yang banyak duduk atau kurang sekali aktivitas gerak, apakah berat badan anak saya masih bisa bertambah?
-Bagaimana cara menghentikan berat badan tersebut agar tidak naik lagi?
Jawab
Dr. Mexitalia
Seorang anak dengan umur 17 tahun tingginya sudah mulai mencapai titik tertingginya. biasanya penambahannya hanya sedikit. mengingat usia anak ibu sudah dewasa, perlu adanya kesadaran dari dalam diri anak itu sendiri untuk melakukan diet, atau usaha untuk menurunkan badan, misalnya saja berusaha untuk menghentikan kebiasaan ngemil.
9
Tanya
Subekti
Wonosari
Umur saya 45 th, degan riwayat orangtua punya penyakit jantung. Keluhan saya selama ini adalah seperti tercekik, apalagi kalau berjalan agak menanjak, rasanya nafas tidak sampai keparu-paru hanya berhenti di tenggorokan. saya meminta penjelasan dengan keadaan kesehatan saya ini.
Jawab
Dr. Sungkar
Terjadinya perubahan-perubahan pembuluh darah memerlukan waktu, yang tadinya ringan dan biasa lama kelamaan keluhannya akan bertambah dengan intensitas semakin sering.
Oleh karena itu, penting sekali mengetahui adanya kasus hipertensi atau keluhan lain yang kita alami, agar kita cepat tertolong dan terhindar dari penyakit jantung.
11:21 PM | 0 comments